KHUTBAH JUM’AT
Menjaga
Diri dari Jahiliyah Modern
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ،
اَلَّذِى خَلَقَ اْلإِنْسَانَ خَلِيْفَةً فِي اْلأَرْضِ وَالَّذِى جَعَلَ كُلَّ
شَيْئٍ إِعْتِبَارًا لِّلْمُتَّقِيْنَ وَجَعَلَ فِى قُلُوْبِ الْمُسْلِمِيْنَ
بَهْجَةًوَّسُرُوْرًا. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحـْدَهُ
لاَشـَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيْتُ
وَهُوَعَلَى كُلِّ شَيْئ ٍقَدِيْرٌ. وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ لاَنَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمـَّدٍ
سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَاَفْضلِ اْلاَنْبِيَاءِ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَاِبه
اَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ
حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَاَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ
اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: اقراء باسم ربك الذى خلق خلق الانسان
من علق اقراء وربك الأكرم
Alhamdulillah segala puji bagi Allah swt yang
telah memberikan kenikmatan paling mahal berupa ketaqwaan, keimanan dan
keamanan. Marilah kita bersama-sama menambahkan rasa taqwa kita kepada Allah
swt. agar dalam kehidupan kita kini dan nanti selalu dianugerahi hidayah-Nya.
Rasa syukur juga harus dipanjatkan kepada Allah
swt yang telah memberikan kita keimanan dan keamanan di Indonesia negeri
tercinta ini. Iman sebagai modal kesuksesan hidup diakhirat dan keamanan
menjadi pokok utama kehidupan di dunia. Inilah yang selalu kita minta dalam
do’a kita ‘Rabbana atina fid dunya hasanah wa fil akhirati hasanah’.
Keimanan dan keamanan adalah dua hal yang saling
mendukung. Keamanan secara fisik sebagaimana yang diberikan Allah swt kepada
bangsa ini, harus kita sykuri bersama. Bentuk syukur itu tertuangkan dalam
usaha kita menjaga keimanan dan selalu mengisinya dengan berbagai hal positif
yang mampu mendorong nilai-nilai keimanan kita. Oleh karena itu janganlah kita
sia-siakan kondisi yang aman dan damai ini. Marilah kita isi dengan segala
kegiatan dan pekerjaan yang bersifat ubudiyah, yaitu pekerjaan
kita sertai dengan niat lillahi Ta’ala. Meskipun kegiatan itu terlihat
sangat duniawi berangkat ke kantor, mengajar, belajar, membantu orang tua, berdagang
di pasar hingga kerjabakti mingguan. Semua itu bernilai ibadah dan diganjar
dengan pahala Allah swt jika diniatkan sebagai ibadah. Apalagi
pekerjaan-pekerjaan yang secara lahiriah menjadi sunnah Rasulullah saw secara
otomatis pastilah menjadi ibadah.
Diantara karakter pekerjaan bernilai ubudiyah
adalah 1) tidak melanggar norma agama, 2) membawa kemaslahatan bersama, 3)
tidak merugikan pribadi atau kelompok tertentu. Inilah makna lain dari ahlussunnah
wal jama’ah yaitu beramal sesuai dengan sunnah dan juga mempertimbangkan
kepentingan bersama. Tidak mementingkan diri sendiri, kelompok atupun golongan.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Demikian hubungan antara keamanan dan keimanan.
Bayangkan bagaimanakah nasib saudara kita yang ada di Suriah dan Irak, dapatkah
mereka beribadah dengan tenang? shalat jum’at dengan nyaman? Apabila di luaran
sana saudara-saudara yang mengaku se-agama mengancam keamanan mereka, hanya
demi kepentingan satu kelompok saja! Sungguh di luar ahlussunnah wal
jama’ah adalah kelompok-kelompok yang tidak patut di ikuti, sebagaimana
mereka yang mengaku ahlussunnah wal jama’ah tetapi tidak memperdulikan
nilai-nilai kebersamaan. Na’uzdubillahi min dzalik.
Demikianlah kondisi Arab Jahiliyah sebelum
kedatangan Islam. Mereka hidup dengan membanggakan suku dan kelompoknya
masing-masing. Mereka kaum Jahiliyah memiliki Fanatisme yang tinggi, siapapun
diluar suku mereka harus ditaklukkan. Tidak peduli siapa yang benar dan siapa
yang salah. Dalam hal keimanan masyarakat Jahiliyah lebih suka bersekutu dengan
kemusyrikan meskipun telah datang kepada mereka wahyu ketauhidan yang dibawa
oleh Nabi sebelum rasulullah saw. Mengenai hal ini Imam Syafi’i dalam
Muqaddimah kitab ar-Risalah mengklasifikasikan kelompok Jahiliyah
menjadi dua golongan.
Pertama, mereka yang mengaku punya kitab
(ahlul kitab) namun mereka telah mengubah sebagian besar
hukum-hukumnya, mengingkari nikmat dan petunjuk Allah swt di dalamnya, serta
mencampurkan kebernaran yang Allah swt turunkan dengan kepalsuan yang mereka
ada-adakan. Demikian sebagaimana Allah singgung dalam Ali Imran ayat 78:
مِنْهُمْ لَفَرِيقًا يَلْوُونَ
أَلْسِنَتَهُمْ بِالْكِتَابِ لِتَحْسَبُوهُ مِنَ الْكِتَابِ وَمَا هُوَ مِنَ
الْكِتَابِ وَيَقُولُونَ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ
وَيَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Sesungguhnya diantara mereka ada segolongan
yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang
dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka
mengatakan: "Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah", padahal ia
bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah sedang mereka
mengetahui.
Dan yang lebih parah dari itu, mereka suka
menilai salah kepada kelompok lainnya, bahkan mereka mengaggap yang lain kafir
dan merasa dirinya paling beriman. Padahal hati kecil mereka tahu akan
kebenaran yang sejati. Tetapi hati mereka terlanjur keras membeku dan malu
untuk mengakui kebenaran kelompok lainnya.
Surat An-nisa menggambarkannya demikian:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا
نَصِيبًا مِّنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ وَيَقُولُونَ
لِلَّذِينَ كَفَرُوا هَٰؤُلَاءِ أَهْدَىٰ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا سَبِيلًا
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang
yang diberi bahagian dari Al kitab? Mereka percaya kepada berhala dan thaghut,
dan mengatakan kepada orang-orang Kafir lainnya, bahwa mereka itu lebih benar
jalannya dari orang-orang yang beriman.
Adapun golonga kedua, adalah orang-orang
yang mengingkari Allah dan membuat sesuatu yang tidak diizinkan-Nya. Dengan
tangannya sendiri dibuatnya batu dan kayu menjadi patung. Diberinya nama-nama
yang indah dan diangkatlah patung-patung itu sebagai tuhan yang disembah. Bila
mana hati mereka merasa bosan, patung tuhan itu lalu dihancurkan dan dibuatlah
patung yang baru dengan nama yang baru pula. Demikianlah tradisi yang telah
mengakar dalam kehidupan jahiliyah sebagaimana yang diwariskan oleh para
pendahulu mereka, kata mereka:
وَكَذَٰلِكَ مَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ فِي
قَرْيَةٍ مِنْ نَذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتْرَفُوهَا إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا
عَلَىٰ أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَىٰ آثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ
Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum
kamu seorang pemberi peringatanpun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang
yang hidup mewah di negeri itu berkata: "Sesungguhnya kami mendapati
bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut
jejak-jejak mereka"
Para Jama’ah yang Dirahmati Allah
Itulah dua kelompok Jahiliyah pada masa sebelum
Islam datang. Satu kelompok dengan fanatisme tinggi disertai upaya memalsukan
kebenaran, sedangkan satu kelompok lain tenggelam dalam kemusyrikan dan
penuhanan benda-benda. Benih-benih ini tidaklah lenyap keseluruhan, malahan
kini terlihat mulai bermunculan kembali dengan bentuk lain. Jahiliyah yang
muncul di zaman modern ini memiliki karakter yang hampir sama. Fanatisme tinggi
yang membuta tanpa disertai dengan ilmu. Menyalahkan dan menganggap diri paling
benar, dan tidak segan-segan melakukan kekerasan demi kepentigan pribadi dan
kelompok.
Minimnya pengetahuan ini menyebabkan mereka
selalu gagal mencapai hikmah dai sari pati ayat-ayat al-Qur’an. Hanya dengan
berbekal bacaan buku-buku terjemahan mereka menganggap diri mereka paling
benar. Kitab-kitab hadits yang begitu menumpuk difahami melalui bahasa verbal
saja/Indonesia. Mereka lupa bahwa hadits Rasulullah saw pada mulanya berbahasa
Arab, dan yang mereka baca dan fahami merupakan hasil pikiran para penerjemah
yang berlomba menerbitkan buku demi pasar dan uang. Dan yang lebih mengerikan
sebagain dari mereka ini faham atas kesalahnnya tetapi malu untuk merubah
haluanannya. Na’udzu billah min dzalik.
Inilah bentuk pemalsuan kitab di zaman modern.
Tidak kata dan kalimatnya yang diubah tetapi pemahaman yang disederhanakan dan
disesuaikan demi kepentingan. Kepentingan penerbitan, perdagangan dan pasar.
Adapun bentuk kejahiliyahan kedua yang kini
sangat terasa adalah mempertuhankan tehnologi dan materi. Bagaimana seseorang
pada zaman sekarang ini tidak merasa nyaman dan aman kehidupannya tanpa ada
tehnologi. Bagaimana kegusaran seorang pemuda yang gadgetnya tertinggal di
rumah sedangkan ia dalam perjalanan. Seolah gadget itulah yang akan
menyelamatkan perjalanannya. Tehnologi dan pengetahuan menjadi satu gantungan
manusia modern yang posisinya hampir menggantikan tuhannya. Masyallah.
Jika demikian maka tugas mereka yang mengaku
penerus Rasulullah saw pada zaman sekarang adalah mengembalikan ketuhidan,
memerangi fanatisme buta dan kembali mentradisikan berfikir dan membaca keadaan
sebagaimana diperintahkan dalam wahyu pertama iqra’..! bismi
rabbikal ladzi khalaq,..bacalah segala macam pengetahuan dengan
nama Allah swt Yang Maha Mencipta.
Demikianlah khutbah singkat jum’at kali ini
semoga kita semua mendapat petunjuk-Nya amien
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ
الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ فِى اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ،
اِنَّهُ هُوَ الْبَرُّ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ
عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى
اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا