Komunitas Pecinta Suluk (KUCLUK) - MJM Bersemangat - Abah Eko Wardoyo As-Syadzily - Motivation of Juharuddin Muhammad

Sabtu, 17 September 2016

Belajar Menurut Islam

11:56:00 AM Posted by M. Juharuddin Mutohar No comments


Belajar Menurut Islam 


Adapun belajar merupakan aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, dan juga sebagai pendapat hasil renungan semata. Walaupun tidak ada ajaran agama yang secara detail membahas tentang belajar, namun agama juga menganjurkan manusia untuk selalu melakukan kegiatan belajar. Dalam ajaran agama secara eksplisit maupun implisit telah menyinggung bahwa belajar adalah aktivitas yang dapat memberikan kebaikan kepada manusia.[1] 

Aktivitas belajar sangat terkait dengan proses pencarian ilmu. Islam sendiri sangat menekankan terhadap pentingnya ilmu. Al-Qur’an dan al-Sunnah mengajak kaum muslimin untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat yang tinggi.

Di dalam al-Qur’an kata al-‘ilm dan kata-kata jadiannya digunakan lebih dari 780 kali. Beberapa ayat pertama, diwahyukan kepada rasulullah Saw., menyebutkan pentingnya membaca, pena, dan ajaran untuk manusia.
1. bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. al-‘Alaq/96 :1-5)
Pada ayatke 4 dan ke 5 ini, terdapat ihtibak, yakni membuang kata yang sama guna mempersingkat redaksi. Kata “manusia” tidak disebut karena telah disebut pada ayat ke 5, dan pada ayat 5 kalimat “tanpa pena” tidak disebut, karena pada ayat 4 telah diisyaratkan makna itu dengan disebutnya pena. Dengan demikian kedua ayat di atas dapat berarti “Dia mengajarkan (manusia) dengan pena/tulisan (hal-hal yang telah diketahui sebelumnya) dan Dia mengajarkan manusia (tanpa pena) apa yang belum diketahui sebelumnya.”[2]

Dari uraian di atas, kedua ayat tersebut menjelaskan dua cara Allah Swt., dalam mengajar manusia. Pertama, melalui pena (tulisan) yang harus dibaca oleh manusia. Kedua, melalui pengajaran secara langsung tanpa alat. Cara yang kedua ini dikenal dengan istilah “Ilmu Laduni”.[3]

Belajar merupakan kewajiban bagi setiap muslim dalam rangka memperoleh ilmu pengetahuan sehingga derajad kehidupannya meningkat. Hal ini dinyatakan dalam surah Mujadalah ayat 11 sebagai berikut:
Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Mujadalah/58: 11)
Ilmu dalam hal ini tentu saja harus berupa pengetahuan yang relevan dengan tuntutan zaman dan bermanfaat bagi kehidupan orang banyak.[4]

Dari beberapa uraian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan, dan sikap. Karena belajar adalah dimulai sejak manusia lahir sampai akhir hayat. Salah satu contoh pada waktu bayi, seorang bayi menguasai keterampilan-keterampilan yang sederhana, seperti memegang botol dan mengenal orang-orang di sekelilingnya. Ketika menginjak masa kanak-kanak dan remaja, sejumlah sikap, nilai, dan keterampilan berinteraksi sosial dicapai sebagai kompetensi, dan seterusnya hingga dewasa berbagai keterampilan dimilikinya sesuai dengan keahlian dan profesi masing-masing. Islam memberi suatu makna bahwa belajar bukan hanya sekadar upaya perubahan perilaku, tetapi belajar juga merupakan konsep yang ideal, karena sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.

Dalam dunia pendidikan Islam, peserta didik itu adalah mereka yang berusaha dengan sungguh-sungguh di suatu jalan untuk mencari ilmu pengetahuan. Hal ini adalah siapa saja yang mengikuti suatu kegiatan pembelajaran yang di dalamnya ada proses untuk menuntut ilmu pengetahuan. Mencari ilmu pengetahuan dengan sungguh-sungguh dalam proses pendidikan yang dilakukan seseorang yang harus mempunyai tujuan yang mulia di sisi Allah Swt. Berkaitan dengan hal ini, dapat dilihat sebuah hadits yang berbicara tentang siapa itu peserta didik, yaitu:
حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ،رواهمسلم
“Menceritakan kepada kami Abu Muawiyah, dari a’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah Saw., bersabda: dan siapa pun yang berusaha mencari ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga” (H.R. Muslim).[5]

Ungkapan yang menunjukkan peserta didik dalam hadits ini adalah man salaka thariqan yaltamisu fihi ilman/siapa yang melalui jalan mencari ilmu yang kalau diperhatikan menggambarkan adanya orang-orang yang bersungguh-sungguh mencari ilmu pengetahuan. Hal ini bersifat umum berlaku untuk semua orang, baik itu anak-anak, remaja, pemuda, orang tua, laki-laki, maupun perempuan, semuanya termasuk dalam kata “man”. Maka dari sisnilah dipahami bahwa peserta didik itu adalah siapa saja yang melalui, menempuh, menjalani sebuah jalan, jenjang/tingkatan untuk mencari, mendapatkan ilmu, berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Kemudian jalan yang ditempuh oleh peserta didik untuk mencari ilmu itu ada yang formal-informan dan non formal, seperti di sekolah-sekolah, di kampus, seminar, majlis ta’lim, rumah, pondok pesantren, dan tempat- tempat lainnya.[6]

Ali bin Abi Thalib memberikan syarat bagi peserta didik dengan enam macam, yang merupakan kompetensi muthlak dan dibutuhkan tercapainya tujuan pembelajaran yang dilangsungkan. Syarat yang dimaksudkan itu, menurut Burhan al-Islam al-Zarnuzi, seperti dikutip oleh Syahraini Tambak,[7] terlihat dalam sya’irnya, sebagai berikut artinya:
Ingatlah, engkau tidak akan bisa memperoleh ilmu kecuali karena enam syarat; aku akan menjelaskan enam syarat itu padamu, yaitu: kecerdasan, hasrat atau motivasi yang keras, sabar, modal (sarana), petunjuk guru, dan masa yang panjang (kontiniu).

Kedudukan peserta didik dalam proses pembelajaran adalah sebagai subjek belajar. Pada dasarnya, peserta didik adalah unsur penentu dalam proses belajar mengajar. Dalam proses belajar mengajar, peserta didik merupakan pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan yang ingin dicapainya secara optimal. Dalam proses belajar mengajar yang diperhatikan adalah keadaan dan kemampuan peserta didik, bahan yang diperlukan serta alat dan fasilitas yang sesuai dengan keadaan peserta didik.


[1] Abdul Mujib, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 108.
[2] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, hlm. 401
[3] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, hlm. 402
[4] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 93-94.
[5] Maktabah Syamilah, Shohih Muslim, Juz 4, hlm 2074.
[6] Syahraini Tambak, Pendidikan Agama Islam; Konsep Metode Pembelajaran PAI, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), hlm. 223-224.
[7] Syahraini Tambak, Pendidikan Agama Islam; Konsep Metode Pembelajaran PAI, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), hlm. 228.