Bangsa Dewa
adalah dewa dan dewi India, yang memiliki peradaban, tempat tinggal dan pusat
pemerintahan di Kahyangan. Mengenai siapa sajakah nama-nama dan tokoh-tokohnya
dapat disimak dari kebudayaan dan kepercayaan bangsa India atau kisah
pewayangan. Walaupun beberapa tokoh dalam pewayangan tidak sungguh-sungguh ada,
dan ada beberapa jalan ceritanya yang dibelokkan sehingga tidak
sesuai dengan cerita aslinya, tetapi cukup untuk menjadi dasar pengetahuan
mengenai bangsa dewa dan perilakunya.
Di seluruh dunia ada kepercayaan dan pemujaan kepada dewa dan dewi, bukan hanya
di Indonesia atau Cina atau India, tapi juga di Eropa, Asia, Arab, Afrika,
Amerika (Indian), Eskimo, Australia (Aborigin), Jepang, dsb, tetapi tidak semua
sosok dewanya benar-benar ada. Kebanyakan adalah hasil ciptaan pikiran manusia
sendiri (pemujaan pada mitos dan legenda) dan di dalam persaingannya
masing-masing bangsa menciptakan sendiri dewa-dewa yang lebih "hebat"
daripada dewa-dewa bangsa lain.
Sosok dewa-dewi yang benar-benar ada adalah dewa dan dewi India, dan pemujaan
pada kedewaan mereka bukan hanya berdasarkan hasil pikiran manusia saja
(animisme / dinamisme), tetapi berdasarkan kemampuan spiritual bangsa India
yang bisa mendeteksi dan mengenal mahluk halus tingkat tinggi seperti dewa dan
buto.
Pada jaman dulu, di negara India dan sekitarnya, yang hingga saat ini masih tetap merupakan wilayah dengan budaya kebatinan dan spiritual nomor 1 tertinggi di dunia, kebanyakan tokoh manusia dan orang-orang sakti dunia persilatan, selain menguasai ilmu-ilmu kesaktian, juga menguasai keilmuan kebatinan dan spiritual tingkat tinggi, sehingga mereka juga mengenal mahluk halus berdimensi tinggi seperti dewa dan buto, dan mengerti juga tentang wahyu-wahyu yang diturunkan oleh dewa. Dan berkelahi / bertarung dengan mahluk halus berkesaktian dan berdimensi tinggi seperti buto adalah sesuatu yang biasa.
Para dewa berpusat di kahyangan di pegunungan Himalaya, tetapi sehari-harinya tersebar ke banyak tempat, bukan hanya di India, Indonesia dan Cina saja, tapi ke seluruh dunia. Dan wahyu-wahyu yang mereka turunkan adalah juga kepada semua orang di dunia. Ada banyak sekali bangsa dewa, tetapi yang dikenal oleh manusia biasanya hanya dewa-dewa utama saja, sedangkan selain dewa-dewa utama ada juga dewa setingkat senopati dan prajurit.
Bangsa Dewa memiliki bentuk tubuh bermacam-macam. Kebanyakan memiliki bentuk tubuh dan ukuran yang sama dengan manusia India, tetapi ada juga yang bertubuh seperti binatang, misalnya Hanoman dan Sun Go Kong yang bertubuh seperti kera dengan tinggi + 2 m dan Ganesha yang bertubuh manusia tetapi berkepala dan berwajah seperti gajah. Dalam kehidupan para dewa, ada yang menjadi pemuka / tokoh pemimpin, ada yang menjadi senopati perang, ada yang menjadi prajurit. Batara Indra adalah Dewa berwatak keras yang diserahi tugas untuk urusan keamanan kahyangan dan menjadi panglima perang bangsa dewa.
Pemerintahan dewa, disusun oleh para tokoh / pemuka bangsa dewa dan mereka bertindak sangat terkoordinasi. Sekalipun bangsa dewa memiliki pemerintahan kerajaan kahyangan, memiliki pemimpin, dan memiliki prajurit, tetapi tidak ada yang menjadi raja. Yang ada adalah kepemimpinan yang diakui oleh semua dewa dan masing-masing dewa memiliki tugas dan peran yang saling terkoordinasi.
Para Dewa mengemban tugas dari Sang Penguasa Alam untuk menuntun dan mengayomi
kehidupan manusia. Karena itu sebagian besar tujuan dari manajemen para dewa
adalah untuk mengatur kehidupan manusia, supaya semuanya sesuai dengan
kehidupan yang dikehendaki oleh para dewa, yaitu tertib, beradab dan berbudi
pekerti. Sehingga bila diketahui ada / akan ada seorang manusia atau mahluk
gaib yang berpotensi menjadi perusak kehidupan maupun moral manusia, mereka
akan melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencegah / mengatasinya.
Sesudahnya, bila ada manusia atau mahluk halus yang dianggap berjasa bagi dewa,
atau dikasihi dewa, maka akan diangkat kepada derajat yang tinggi (menurut
pandangan para dewa), yaitu dijadikan dewa atau diberi kemuliaan setingkat dewa
dan diberi tempat tinggal di kahyangan.
Dalam menjalankan tugasnya di bumi yang terkait dengan bangsa manusia, para
dewa tersebar ke banyak tempat. Mereka mengatur kehidupan manusia secara
langsung ataupun tidak langsung. Hubungan mereka terutama adalah dengan para
pemimpin manusia (raja atau presiden) di seluruh dunia, dan tokoh-tokoh
spiritual tertentu yang mereka berkenan, dan peran mereka tersebut masih terus
berlangsung hingga masa sekarang. Tetapi tidak semua orang dapat melihat atau
berhubungan dengan dewa, karena tidak memiliki tingkat spiritual yang tinggi,
yang menjadi dasar untuk mengenal dewa.
Selain yang asli sebagai dewa / dewi, ada beberapa dewa dan dewi yang asal-usulnya berasal dari bangsa manusia, karena dianggap berjasa kepada dewa, atau dikasihi oleh dewa. Ada juga yang asalnya dari bangsa manusia atau bidadari yang diperistri oleh dewa. Mereka mendapatkan penghormatan khusus dari para dewa, diakui / diangkat derajatnya menjadi dewa / dewi, diubah secara fisik menjadi dewa dan dewi, diberi kekuatan dan kesaktian setingkat dewa, dan diberi tempat tinggal bersama dewa di kahyangan.
Bidadari adalah sebangsa mahluk halus yang wujudnya mirip manusia perempuan,
berpakaian seperti perempuan ningrat jawa jaman dulu, yaitu memakai kain /
kemben dan berselendang seperti penari jawa, hidup sebagai rakyat dan menjadi
pelayan para dewa. Dalam waktu-waktu tertentu, biasanya pada malam bulan purnama,
mereka diijinkan untuk turun ke bumi, pergi ke tempat-tempat yang mereka ingin
datangi.
Secara energinya, bangsa Dewa termasuk gaib yang berenergi positif terhadap manusia. Dari sisi kekuatan dan kesaktiannya, bangsa Dewa memiliki kemampuan untuk melipat-gandakan kekuatannya sampai menjadi 3 kali lipat keadaan normalnya (triwikrama). Dan kekuatan kesaktian maksimal rata-rata dewa bisa mencapai 300 kali lipat kekuatan-kesaktian Ibu Ratu Kidul.
Semua bangsa Dewa memiliki kemampuan triwikrama, yaitu suatu
kemampuan untuk memaksimalkan kekuatannya hingga mencapai 3 kali lipat kondisi
normalnya. Keadaan ini biasanya terjadi dalam kondisi bertarung atau kondisi
yang mengharuskannya mengeluarkan segenap kekuatannya. Yang sering kita dengar
tentang triwikrama adalah triwikrama Dewa Wisnu. Triwikrama Dewa Wisnu terkenal
dalam pewayangan karena pada saat bertriwikrama, tubuhnya berubah menjadi
raksasa tinggi besar dan menakutkan. Sedangkan dewa-dewa lain yang sedang
bertriwikrama, bentuk tubuhnya tidak berubah, hanya kekuatannya saja yang
bertambah.
Bangsa Dewa termasuk gaib yang berdimensi tinggi. Sulit untuk dilihat dengan mata, termasuk oleh orang- orang yang mampu melihat gaib (kecuali mereka yang menguasai dimensi spiritual yang tinggi yang ditandai dengan lingkaran halo di belakang kepalanya). Bahkan para mahluk halus sendiripun jarang ada yang bisa melihat Dewa. Biasanya para dewa-lah yang menunjukkan dirinya kepada manusia, barulah manusia dapat melihat mereka. Selain sulit dilihat, energi fisik mereka pun sangat halus dan sulit untuk dideteksi, sehingga jarang ada yang dapat mengetahui keberadaan mereka, termasuk para mahluk halus sekalipun, walaupun ada dewa berada di dekatnya.
Dari sisi perwatakannya, bangsa Dewa adalah mahluk yang berintelijensi tinggi
seperti manusia. Mereka mempunyai peradaban dan pemerintahan dewa. Pada
dasarnya mereka mempunyai tempat tinggal tetap di Kahyangan, yang secara
duniawi letaknya ada di lereng Gunung Himalaya. Tetapi banyak Dewa yang tinggal
di antara manusia, karena mempunyai maksud dan tujuan tersendiri. Tetapi secara
berkala mereka bertemu atau kembali berkumpul di kahyangan untuk urusan
pemerintahan Dewa (Penulis pernah bertemu dengan para dewa yang sedang
bersidang, pada suatu malam purnama sekitar tahun 2008, di suatu lokasi
penggalian situs Majapahit yang baru ditemukan di daerah Pare, Jombang-Kediri,
Jawa Timur).
Misalnya, Dewa Semar (Dewa Ismaya) dan Dewa Narada yang tinggal dan 'berkelana' di pulau Jawa. Sering berdiam atau mengunjungi Candi Dieng dan situs-situs Majapahit. Dewa Semar dan Dewa Narada memiliki ikatan batin dengan tempat-tempat tersebut, karena sejak jaman dulu mereka menjadi pengayom orang Jawa, terutama tokoh-tokoh pemimpinnya. Setelah jaman Majapahit berakhir-pun Dewa Semar dan Dewa Narada masih menjadi pengayom orang-orang tertentu di Jawa, secara tidak kelihatan mata.
Misalnya, Dewa Semar (Dewa Ismaya) dan Dewa Narada yang tinggal dan 'berkelana' di pulau Jawa. Sering berdiam atau mengunjungi Candi Dieng dan situs-situs Majapahit. Dewa Semar dan Dewa Narada memiliki ikatan batin dengan tempat-tempat tersebut, karena sejak jaman dulu mereka menjadi pengayom orang Jawa, terutama tokoh-tokoh pemimpinnya. Setelah jaman Majapahit berakhir-pun Dewa Semar dan Dewa Narada masih menjadi pengayom orang-orang tertentu di Jawa, secara tidak kelihatan mata.
Begitu juga dengan Dewi Kuan Im, Dewa Sun Go Kong dan Dewa kekayaan Tionghoa (lupa namanya), yang lebih sering berada di daratan Cina, karena mempunyai misi tertentu disana.
Dewi Kuan Im
adalah dewa perempuan yang biasanya berada di daratan Cina, cantik dengan sorot
wajah lembut dan teduh. Sama seperti Batara Guru, Dewi Kuan Im juga memiliki
pancaran kekuatan spiritual berupa lingkaran halo berwarna kuning di belakang
kepalanya. Dewi Kuan Im sering menampakkan diri kepada manusia dan sering
menolong yang sedang kesusahan. Kadang dalam penampakannya beliau duduk di
atas suatu singgasana (bentuknya seperti awan atau daun teratai) dan membawa
sebuah buku kitab berisi rahasia kehidupan, yang akan diajarkan atau
diturunkan dalam bentuk wahyu atau wangsit kepada manusia yang menjalankan
suatu laku tirakat / bertapa mencari pengetahuan spiritual tentang kehidupan.
Dewa kekayaan Tionghoa (lupa namanya) bertubuh seperti orang tua Cina, gendut dan berkepala botak.
Dewa Hanoman dan Dewa Sun Go Kong memiliki bentuk tubuh seperti kera besar dengan tinggi + 2 m. Mereka mendedikasikan diri untuk membela kebenaran dan keadilan dan pantang mundur sekalipun berhadapan dengan mahluk yang lebih sakti sekalipun. Tetapi mereka memiliki perbedaan. Hanoman bertubuh asli seperti kera besar putih kekar dan perwatakannya seperti orang tua. Sun Go Kong bertubuh seperti manusia tetapi berbulu dan berekor seperti kera dan perwatakannya seperti anak-anak yang suka bermain dan bercanda.
Dalam sejarah
hidupnya, Dewa Hanoman pernah berguru kepada seseorang di Jawa Timur, yaitu
kepada Resi Mayangkara. Karena ketekunannya itu, kesaktiannya meningkat menjadi
2 kali lipat daripada sebelumnya yang sama dengan kesaktian rata-rata dewa
utama. Resi Mayangkara telah menjadikan Hanoman sebagai dewa yang paling sakti,
bahkan melebihi kesaktian Dewa Wisnu dan Dewa Semar.
Kemudian setelah itu para dewa yang lain datang berbondong-bondong ingin juga
belajar kepadanya. Tetapi mereka tidak dapat menemukan keberadaan sang resi,
walaupun dicari-cari hingga ke pelosok negeri. Resi Mayangkara telah lebih dulu
moksa, masuk ke alam gaib bersama dengan tubuhnya. Dan di alam gaib pun beliau
menggunakan suatu ilmu halimunan, sehingga tidak ada mahluk halus, termasuk
bangsa dewa, yang dapat melihatnya.
Resi Mayangkara memang tidak mau sembarang menerima murid, tetapi kepada Dewa Hanoman beliau berkenan dan menaruh harapan. Perwatakan dewa Hanoman yang seperti prajurit ksatria menjadikan Resi Mayangkara percaya bahwa Hanoman akan mengamalkan ilmunya hanya untuk kebajikan.
Resi Mayangkara memang tidak mau sembarang menerima murid, tetapi kepada Dewa Hanoman beliau berkenan dan menaruh harapan. Perwatakan dewa Hanoman yang seperti prajurit ksatria menjadikan Resi Mayangkara percaya bahwa Hanoman akan mengamalkan ilmunya hanya untuk kebajikan.
Sampai sekarang situs tempat pertapaan Resi Mayangkara di dekat Pare, Jawa Timur, masih sering didatangi oleh para peziarah yang berharap sesuatu kepadanya. Tetapi beliau sendiri sekarang sudah tidak lagi tinggal di sana, yang ada adalah dhanyang-dhanyang setempat yang menjaga kesakralan pertapaannya.
Situs tempat pertapaan Dewa Hanoman menimba ilmu tidak jauh letaknya dari situs tempat pertapaan Resi Mayangkara di dekat Pare, Jawa Timur, dan masih sering didatangi oleh para peziarah yang berharap sesuatu kepadanya. Tetapi sama seperti Resi Mayangkara, beliau sekarang sudah tidak lagi tinggal di sana, yang ada adalah dhanyang-dhanyang setempat yang menjaga kesakralan pertapaannya.
Dewa Semar dan Dewa Narada memiliki bentuk tubuh yang hampir sama, yaitu seperti orang tua bertubuh gemuk dan gendut, dan tubuh agak membungkuk. Wajah mereka putih seperti memakai bedak putih dan tinggi badan kira-kira 2 m (seperti rata-rata tinggi orang Eropa). Perilaku dan sikap berpikirnya sangat bijaksana, cocok menjadi orang tua pengayom.
Seharusnya Dewa Semar yang menjadi pemimpin di Kahyangan. Sosok bijaksana dan mengayomi ditambah kesaktiannya yang lebih tinggi dibandingkan dewa-dewa lain (walaupun tidak lebih tinggi dari Dewa Wisnu), menjadikannya sosok pemimpin yang diterima oleh semua dewa. Tetapi Dewa Semar lebih suka tinggal di bumi bersama manusia, karena beliau memiliki misi tersendiri. Kepemimpinan Kahyangan diserahkan kepada Batara Guru. Jadi secara de yure kepemimpinan ada di tangan Batara Guru, tetapi secara de facto Batara Semar yang dijadikan pemimpin. Bahkan Batara Guru pun mengkonsultasikan dahulu semua keputusan yang sifatnya penting kepadanya, misalnya tentang wahyu keprabon dan wahyu-wahyu besar lain yang akan diturunkan kepada seorang manusia.
Tambahan :
Cerita di bawah ini terinspirasi pertanyaan dari seorang murid dari penglihatannya tentang adanya sosok gaib seorang perempuan cantik yang menghuni dasar sungai Gangga, yang berpakaian kain sari India, memakai kerudung ala wanita India, warna pakaian dan kerudungnya merah.
Sepengetahuan
Penulis disana benar ada sosok itu, tetapi itu bukan dewi, itu adalah pemimpin
dari para dhanyang yang menjaga Sungai Gangga, yang menyampaikan laporan dan
permohonan orang-orang yang datang ke Sungai Gangga itu ke kahyangan.
Dewi Gangga sendiri tinggal di istana kecil di bagian hulu Sungai Gangga di pegunungan. Di sungai itu juga ada sosok naga / makara sungai Gangga yang biasa menjadi tunggangan Dewi Gangga. Aslinya panjang naga itu sekitar 1 km.
Dewi Gangga sendiri tinggal di istana kecil di bagian hulu Sungai Gangga di pegunungan. Di sungai itu juga ada sosok naga / makara sungai Gangga yang biasa menjadi tunggangan Dewi Gangga. Aslinya panjang naga itu sekitar 1 km.
Sungai Gangga adalah sungai di India yang dianggap suci dan sakral dan menjadi tempat ritual keagamaan dan ritual pribadi oleh masyarakat setempat.
Dewi Gangga bertugas menjaga kesucian dan kesakralan sungai Gangga.
Dewa Ganesha juga sering turun mengunjungi orang-orang yang datang ke Sungai Gangga.
ttd
PCK
0 komentar:
Posting Komentar